Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Semarang berdiri dilatar belakangi karena rasa kemanusiaan dengan menyelenggarakan sekolah yang memperhatikan secara khusus  anak-anak cacat atau berkebutuhan khusus/disabilitas. Di SLB Negeri Semarang terdapat 564 siswa yang terdiri dari beberapa ketunaan, antara lain : tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tuna daksa. Pada tahun 2021 siswa penyandang tuna grahita di SLB Negeri Semarang sebanyak 363 orang. Berdasarkan jenjang TK sebanyak 7 orang, SD sebanyak 162 orang, SMP 93 Orang, dan SMA sebanyak 101 orang. Tunagrahita adalah anak yang memiliki kemampuan intelektual dibawah rata-rata atau keterbelakangan dalam intelegensi, fisik, emosional serta sosial. Selain itu anak tunagrahita memiliki kelainan mental atau tingkahlaku yang diakibatkan oleh gangguan kecerdasan, sehingga membutuhkan perlakuan khusus agar dapat berkembang pada kemampuanya secara maksimal. Perkembangan reproduksi yang berkembang secara umum seperti remaja pada umumnya, akan tetapi tidak dibarengi dengan kemampuan intelengensi, menyebabkan remaja tunagrahita beresiko terhadap kekerasan seksual. Mengetahui informasi kesehatan reproduksi sangat penting untuk remaja dapat berperilaku bertanggungjawab dan sehat serta untuk mencegah terjadinya perilaku berisiko dan kekerasan seksual, namun sayangnya tidak semua remaja memperoleh informasi terkait kesehatan reproduksi tersebut, salah satunya remaja tunagrahita. Informasi kesehatan seksual dan reproduksi seringkali belum mendukung bahasa sederhana dan gambar untuk memudahkan akses bagi mereka yang memiliki keterbatasan intelektual. Keterbatasan akses informasi terkait kesehatan yang kemudian menyebabkan rendahnya pengetahuan dan pemahaman tunagrahita terhadap kesehatan, salah satunya kesehatan reproduksi dan tidak bisa mencegah terjadinya kekerasan seksual.

Hasil wawancara mendalam dengan guru di SLB N Semarang diperoleh beberapa permasalahan yaitu beberapa siswa tunagrahita pernah menjadi korban pelecehan seksual akan tetapi mereka tidak sadar jika telah mengalami pelecehan seksual, sehingaa sering dimanfaatkan oleh pelaku pelecehan seksual. Remaja tunagrahita memiliki keterbatasan intelegensi yang menyebabkan pengetahuan mereka masih rendah tentang pelecehan seksual. Belum ada media di sekolah yang khusus tentang pencegahan kekerasan seksual di sekolah. Berdasarkan permasalahan tersebut maka penyelesaian permasalahan yang tim kembangkan adalah pemberian edukasi menggunakan film edukasi kepada siswa tunagrahita agar meningkatkan pengetahuannya sehingga dapat mencegah terjadinya pelecehan seksual

Berdasarkan hal tersebut penulis melakukan kegiatan pengabdian pada remaja tunagrahita di SLB N Semarang. Pengabdian dilakukan pada hari Rabu. 3 Agustus 2022 pukul 09.00 – 12.00. kegiatan pengabdian dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu :

  1. Kegiatan penguatan kerjasama ini dilakukan dengan pihak sekolah SLB N Semarang yang diwakili oleh bagian humas yaitu Bapak Aris. Kegiatan penguatan kerjasama mitra bertujuan untuk meningkatkan dukungan sekolah  dengan kegiatan edukasi yang akan dilakukan kepada siswa tunagrahita. Adapun hasilnya pihak SLB N sangat mendukung program yang akan dilakukan oleh tim. Untuk selnjutnya tim diserahkan untuk berkoordinasi langsung dnegan coordinator ketunaan grahita untuk kemudian mendaptkan dafatar siswa dan jadwal  untuk melakukan pendampingan. 
  2. Pengisian pre test dilakukan untuk mengukur tingkat pengetahuan siswa tentang pencegahan pelecehan seksual. Pertanyaan meliputi tentang tanda – tanda pubertas, bagian yang tidak boleh disentuh oleh orang lain, hal yang harus dilakukan jika ada orang yang melakukan pelecehan seksual dan pacaran. Tujuan dilakukan tahapan ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa sebelum menerima program pendampingan dari tim. Hasil kegiatan ini sebanyak 38 siswa tunagrahita mengikuti kegiatan pre tes dengan skor rata- rata 1,95 dari nilai ideal = 4. Sehingga dapat disimpulkan tingkat pengetahuan siswa tunagrahita masih sangat kurang tentang pencegahan pelecehan seksual.
  1. Pelaksanaan pendampingan dilakukan degan beberapa tahap yaitu :

1. Pemutaran film “Kisah Kasih di Sekolah Difa” sebagai media untuk memberikan informasi kepada siswa tentang bagaimana mencegah pelecehan seksual. Film dibuat dengan bahasa yang sederhana, menggunakan objek yang jelas dan disertai dengan animasi untuk menjelaskan hal – hal yang masih bersifat abstrak. Hal tersebut diharapkan dapat memberikan pengetahaun yang jelas dan mudah dipahami oleh remaja tunagrahita. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya karena mereka memiliki keterbatasan intelektual. Hasil kegiatan siswa terlihat antusias untuk menyaksikan film edukasi tersebut.

2. Brainstorming Pencegahan Pelecahan Seksual

Kegiatan ini dilakukan dengan mengajak diskusi siswa terkait pengalaman terkait pelecahan seksual yang pernah dialami, apa yang dilakukan siswa ketika menghadapi situasi tersebut. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang pencegahan pelecehan seksual dan penekanan informasi yang terdapat di film agar tidak terjadi perbedaan pemahaman.

Pelaksanaan post test dilakukan untuk melihat perubahan tingkat pengetahuan siswa setelah mendapatkan pendampingan. Hasil dari post tes siswa adalah tingkat pengetahuan perilaku seksual anak tunagrahita menggunakan metode penayangan film pendek memiliki nilai rata-rata skor pada saat dilakukan pretest sebesar 1,95 sedangkan rata-rata skor pada saat posttest diperoleh nilai sebesar 2,55. nilai Z_Wilcoxon yaitu  -2.619 dan nilai signifikan sebesar 0.009 (<0.05) sehingga terdapat perbedaan tingkat pengetahuan setelah adanya intervensi. Untuk mengetahui efektifitas program intervensi tersebut menggunakan uji gain score dengan rumus sebagai berikut g = 0,29 Sehingga dapat disimpulkan efektifitas program intervensi kepada siswa tunagrahita menggunakan media film edukasi masih dinilai rendah. Setelah dilakukan pengamatan oleh tim hal tersebut dapat disebabkan karena  informasi yang terdapat dalam film pendek kurang lengkap sehingga responden yang merupakan siswa disabilitas tunagrahita belum bisa menangkap informasi secara maksimal. Oleh karena itu sebagai evaluasi tim akan melakukan revisi menambah informasi sehingga film pendek tersebut dapat bermanfaat dan dapat digunakan sebagai metode pembelajaran mengenai informasi pencegahan pelecehan seksual bagi siswa tunagrahita. (koordinator infokes, 2022)