KAMPANYE IMPELEMENTASI INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH TENTANG PEMBENTUKAN SATGAS JOGO TONGGO

DALAM  UPAYA PERCEPATAN PENANGGULANGAN DAMPAK COVID-19

Artikel ini ditulis oleh Retno Astuti Setijaningsih, SS, MM (Dosen Rekam Medis dan Informasi Kesehatan, UDINUS)

Pandemi Covid-19 adalah peristiwa menyebarnya penyakit Corona 2019 (Corona virus disease 2019) di seluruh dunia, yang kemudian diberi singkatan Covid-19. Penyakit ini disebabkan oleh virus Corona jenis baru yang diberi nama Severe Acute Respiratory Syndrome Corona Virus 2  (SARS-CoV-2). SARS-CoV-2 adalah virus yang menyerang sistem pernapasan.  Virus Corona sendiri merupakan kumpulan virus yang bisa menyebabkan gangguan ringan pada sistem pernapasan (flu), infeksi paru-paru yang berat (pneumonia), hingga kematian.

SARS-CoV-2 atau Corona virus adalah jenis baru dari virus Corona yang menular antar manusia. Virus ini menyerang manusia dari berbagai kelompok usia, mulai dari usia bayi sampai dengan lanjut usia (lansia), termasuk juga pada ibu hamil (bumil) maupun ibu menyusui (busui).

Virus ini juga menyebabkan Middle-East Respiratory Syndrome (MERS). Meskipun disebabkan oleh virus dari kelompok yang sama, yaitu virus Corona, Covid-19 memiliki beberapa perbedaan dengan SARS dan MERS. Perbedaannya terletak pada kecepatan penyebaran dan keparahan gejala. Hal ini tentunya yang menyebabkan penularannya antar manusia harus dicegah secara berkesinambungan.

Wabah Covid-19 terjadi pertama kali di Kota Wuhan, Provinsi HubeiTiongkok pada tanggal 1 Desember 2019. Selanjutnya, Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organiztion  (WHO) menetapkan wabah Covid-19 sebagai pandemi global pada tanggal 11 Maret 2020. Menurut WHO, cara penyebaran Covid-19 adalah melalui tetesan air liur (droplets), muntah (vomitus), serta kontak dekat dengan penderita tanpa pelindung diri, seperti masker. Transmisi Covid-19 terjadi antara orang yang telah terinfeksi virus Corona dengan orang tanpa patogen penyakit.

Laporan WHO juga mencantumkan tentang cara pencegahan penularan Covid-19. Pencegahan yang paling utama adalah sering mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, juga menutup mulut dan hidung pada saat bersin atau batuk, khususnya dengan masker. Langkah pencegahan penularan lainnya adalah membiasakan diri untuk menjaga jarak antar anggota masyarakat, dengan jarak sekurang-kurangnya satu meter antar anggota masyarakat, maka risiko penularan Covid-19 bisa ditekan serendah mungkin. Ketiga, langkah pencegahan penularan Covid-19 ini yang kemudian dikenal dengan Langkah 3M. Selain itu, diharapkan tiap anggota masyarakat harus siap siaga menolong warga lanjut usia (lansia) dan ibu hamil (bumil) yang lebih mudah terinfeksi Covid-19.

Jadi, menurut saran WHO lainnya adalah masyarakat harus memahami bahwa Covid-19  ini bisa berakibat fatal, tetapi pasien positif Covid-19 juga bisa sembuh. Karena itu, upaya pencegahan lebih baik ditingkatkan. Masyarakat tidak perlu panik, tetapi harus menanggapi dan mengikuti tiap saran pencegahan Covid-19 dari pemerintah.

Sehubungan dengan meningkatnya wabah Covid-19 dan penularannya di Jawa Tengah, maka Covid-19 harus dilawan bersama-sama melalui gerakan gotong-royong masyarakat. Sebagai pihak yang berhadapan langsung dengan Covid-19, maka masyarakat merupakan garda depan yang harus diberdayakan dalam upaya percepatan penanganan Covid-19 secara sistematis, terstruktur, menyeluruh, serta berkesinambungan. Oleh karena itu, Provinsi Jawa Tengah menerapkan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) dalam rangka memutus rantai penyebaran Covid-19. Pada tanggal 22 April 2020 Gubernur Jawa Tengah selaku Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Provinsi Jawa Tengah menerbitkan Instruksi Nomor 1 Tahun 2020. Instruksi tersebut berisi tentang Pemberdayaan Masyarakat dalam Percepatan Penanganan Covid-19 di tingkat rukun warga (RW) melalui pembentukan Satgas Jogo Tonggo.

Istilah Jogo Tonggo sendiri berasal dari bahasa Jawa. Artinya, menjaga tetangga. Gerakan ini dimaksudkan guna meningkatkan kepedulian antar warga untuk saling menjaga dari kejadian penularan Covid-19. Bidang tugasnya meliputi empat bidang, yakni kesehatan, ekonomi, sosial dan keamanan, serta hiburan.

Instruksi Gubernur Jawa Tengah ini sebenarnya ditujukan kepada Bupati/Walikota se-Jawa Tengah selaku Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di wilayah kabupaten/kota. Selanjutnya, Bupati/Walikota akan memberi instruksi kepada para Camat, dan Lurah/Kepala Desa untuk melakukan perceopatan penanganan Covid-19 berbasis masyarakat. Berbasis masyarakat artinya memberdayakan seluruh potensi yang ada dalam masyarakat dan menyesuaikan pelaksanaannya dengan kondisi geografis setempat melalui pembentukan Satgas jogo Tonggo. Dengan penolakan Wali Kota Semarang terhadap pemberlakuan Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kota Semarang untuk mencegah penularan Covid-19, maka diterbitkan Peraturan Walikota (Perwal) Nomor 28 Tahun 2020 tentang pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) di Kota Semarang. [5]  Adapun keberadaan Satgas Jogo Tonggo ini dimaksudkan guna melibatkan masyarakat untuk ikut menertibkan masyarakat terhadap peraturan tersebut. Anggotanya meliputi Ketua Karang Taruna, Ketua Rukun Warga (RW), serta Ketua Rukun Tetangga (RT).

Pada tanggal 24 April 2020 Walikota Semarang sebenarnya segera menindaklanjuti Instruksi Gubernur tersebut dengan mempersiapkan 16 pos pantau. Pos pantau ini terdiri atas unsur 3 tim patroli yang beranggotakan TNI-Polri, Dishub, Satpol PP dan tenaga kesehatan. Tugasnya adalah mengawal Satgas Jogo Tonggo. Masing-masing delapan pos berada di perbatasan dengan wilayah lain, kemudian delapan pos lagi berada di wilayah kota. Setelah persiapan dan sosialisasi kepada masyarakat, Jogo Tonggo di Kota Semarang diberlakukan mulai tanggal 27 April 2020 yang lalu. Setelah pemberlakuan PKM dengan Satgas Jogo Tonggo yang sudah berlangsung sekitar enam bulan sampai dengan bulan Oktober 2020 ini, seharusnya Instruksi Gubernur tesebut sudah berjalan dengan efektif di seluruh RW suatu kelurahan di Kota Semarang. Akan tetapi, hasil survei penulis di lapangan, baik wawancara dengan para narasumber maupun obeservasi di wilayah RT di tiga kelurahan berbeda yang warganya terdampak Covid-19, ternyata belum sesuai dengan amanat Instruksi gubernur tersebut.

Menurut hasil wawancara, bahwa pengetahuan narasumber, seperti tokoh organisasi kelompok sosial (pengurus PKK, RT, RW, Dasa Wisma, Posyandu, dan Karang Taruna), warga, serta akademisi, tentang istilah dan definisi Jogo Tonggo umumnya sudah baik, tetapi praktek di masyarakat tergolong masih rendah.

Berdasarkan hasil observasi, didapatkan bahwa terjadi kesenjangan antara penerapan Satgas Jogo Tonggo di lima RT wilayah kerja tiga kelurahan yang berbeda dengan Pedoman Percepatan Penanganan Covid 19 Berbasis Masyarakat melalui Pembentukan Satgas Jogo Tonggo. Dua RT di satu kelurahan berinisiatif membentuk Satgas Jogo Tonggo sesuai dengan pedoman Instruksi Gubernur ketika ada warganya yang  terinfeksi Covid-19. Selanjutnya, Ketua RT dua RT tersebut berinisiatif melaporkan hasil kinerjanya kepada Lurah setiap sekali sepekan. Akan tetapi, beberapa wilayah RW kelurahan yang sama atau kelurahan lain menerapkan pedoman tersebut secara berbeda. Suatu RT dalam satu kelurahan hanya membentuk Satgas Logistik (Ekonomi) pada saat ada warga yang terinfeksi Covid-19. Demikian juga dengan tiga RT lain di  tiga Kelurahan  yang berbeda di Kota Semarang tidak membentuk Satgas Jogo Tonggo, tetapi hanya memberikan himbauan pada warga/keluarga yang terinfeksi Covid-19. Jadi, pasien Isolasi Mandiri masih sering keluar rumah untuk memenuhi berbagai keperluannya. Bahkan ada wilayah RT yang tidak secara nyata melakukan pencegahan terjadinya kontak antara warga yang melakukan isolasi mandiri dengan warga setempat ataupun interaksi dengan warga dari wilayah lain (pendatang). Hal ini tentunya belum bisa memenuhi tujuan pemberlakuan pembentukan Satgas Jogo Tonggo untuk mencegah kejadian penularan Covid-19 secara efektif. Oleh karena itu, penulis merasa perlu menggalakkan berbagai upaya guna membantu pemerintah dalam rangka mendorong masyarakat untuk bisa mengimplementasikan Instruksi Gubernur Nomor 1 Tahun 2020 tersebut dalam pembentukan Satgas Jogo Tonggo pada masa pandemi ini. Bentuk upayanya bisa berupa sosialisasi dan edukasi pedoman percepatan penanganan Covid-19 berbasis masyarakat melalui pembentukan Satgas Jogo Tonggo yang ada dalam Instruksi Gubernur.  Media soasialisasi dan edukasi bisa memanfatkan berbagai sarana komunikasi audio visual yang bervariasi. Misalnya, surat kabar, majalah, televisi, poster, spanduk, serta internet.

Penyusunan standar operasional prosedur (SOP) sebagai deskripsi prosedur pembentukan Satgas Jogo Tonggo tersebut untuk tokoh masyarakat, khususnya dengan sasaran Ketua RW, Ketua RT, serta Ketua Karang Taruna setempat. Selanjutnya, perlu adanya pendampingan tokoh masyarakat dalam pelaksanaan SOP Pembentukan Satgas Jogo Tonggo tersebut. Kegiatan ini seharusnya bisa dilakukan oleh pemerintah bersinergi dengan para akademisi. Pendampingan bisa dilaksanakan dengan berbagai metode, seperti webinar (daring), rembug desa (luring dengan protokol kesehatan yang ketat), penyuluhan (daring/luring), kuliah kerja nyata (KKN) mahasiswa, kegiatan penelitian dan pengabdian sebagai bagian dari kewajiban seorang dosen melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Selanjutnya, supaya program pemberdayaan masyarakat melalui Satgas Jogo Tonggo ini tetap berlngsung secara sistematis, terstruktur, dan berkesinambungan tentunya harus ada upaya monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan oleh Lurah/Kepala Desa di wilayah kerjanya. Hal ini bisa dicapai dengan sekurang-kurangnya koordinasi setiap bulan dengan para Ketua RW guna menjamin keberlangsungan kinerja Satgas Jogo Tonggo. Mengingat bahwa tim yang menggerakkan seluruh potensi yang ada dalam warga masyarakat lingkungan RW ini bekerja menurut prinsip kerja Satgas Jogo Tonggo, yakni secara sukarela dengan asas gotong-royong dan kekeluargaan. Jadi, hal ini perlu mendapat dukungan motivasi dari pemerintah secara berkesinambungan pula.

Adapun secara ringkas, deskripsi metode pelaksanaan pembentukan Satgas Jogo Tonggo ini adalah sebagai berikut : 1) Ketua RW membentuk empat satgas di tingkat RT melalui rembug desa yang mencakup tugas pokok masing-masing, yaitu : a) kesehatan; b) ekonomi; c) sosial dan keamanan; d) hiburan. Satgas Jogo Tonggo dipimpin langsung oleh Ketua RW dan diwakili oleh semua Ketua RT di wilayah RW yang bersangkutan yang dibantu oleh seorang bendahara dan seorang sekretaris. Struktur organisasinya meliputi satgas : a) kesehatan 3 orang yang melibatkan  Bidan Desa/Kader Kesehatan Desa; b) ekonomi 3 orang; c) sosial dan keamanan 5 orang; d) hiburan 3 orang. 2) Satgas Jogo Tonggo melaksanakan prosedur kerja yang meliputi : a) Satgas Kesehatan yang mendorong, memastikan, dan memantau terselenggaranya protokol kesehatan yang benar dan efektif di wilayah RW. Juga ketersediaan tenaga kesehatan ataupun sarana transportasi dan akomodasi bagi warga yang terdampak Covid-19; b) Satgas Ekonomi mengupayakan, memastikan, dan memantau kecukupan pangan bagi seluruh warga RW. Selanjutnya, juga mengupayakan ketahanan pangan untuk warganya secara berkesinambungan, contohnya dengan pemberdayaan kelompok wanita tani (KWT) RW/RT; c) Satgas Sosial memastikan keamanan, ketenangan, dan kenyamanan seluruh warga RW, khususnya warga yang terdampak Covid-19; d) Satgas Hiburan melaksanakan hiburan sendiri dengan mengutamakan kearifan wilayah. Tentunya hal ini untuk mencegah kejadian gangguan psikologis pada warga setempat karena pembatasan aktivitas di luar rumah. 3) Peningkatan kapasitas personil Satgas Jogo Tonggo melalui koordinasi rutin dan berkesinambungan dengan Lurah/Kepala Desa. 4) Pengadaan dan pemantauan ketersediaan sarana kerja dan logistik secara berkesinambungan oleh Koordinator Satgas Jogo Tonggo  di satu lokasi fasilitas penyimpanan (Balai Pertemuan RW/Poskamling RT). Sarana kerja yang perlu disediakan sekurang-kurangnya adalah alat pelindung diri (APD), hand sanitizer, desinfektan, serta alat penyemprotan. Selanjutnya, logistik yang harus tersedia untuk warga terdampak Covid-19 adalah sembilan bahan pokok. Terakhir yang ke 4) Lurah/Kepala Desa perlu memberikan legalisasi, serta pembinaan secara rutin dan berkesinambungan sebagai bentuk perhatian dan penghargaan terhadap kinerja Satgas Jogo Tonggo. Demikian, semoga artikel ini membawa manfaat sebagai bahan inspirasi kita semua untuk keberlanjutan berbagai upaya guna mendukung implementasi instruksi gubernur sebagai amanat pengendalian bencana pandemi Covid-19.

 

Referensi

Coronavirus Covid-19 Global Cases by The Center for Systems Science and Engineering (CSSE) at Johns Hopkins University (JHU)”. ArcGIS. Johns Hopkins CSSE. Diakses tanggal 4 April 2020.

Gorbalenya, Alexander E. Severe Acute Respiratory Syndrome-Related Coronavirus – The Species and Its Viruses, a Statement of The Coronavirus Study Group”. bioRxiv(dalam bahasa Inggris) : 2020.02.07.937862. doi:10.1101/2020.02.07.937862. (11 Februari 2020).

WHO Director-General’s Opening Remarks at The Media Briefing on Covid-19 – 11 March 2020″. www.who.int (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 22 Maret 2020.

Instruksi Gubernur Jawa Tengah Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pemberdayaan Masyarakat dalam Percepatan Penanganan Covid-19 di Tingkat Rukun Warga (RW) melalui Pembentukan Satgas Jogo Tonggo.

Peraturan Walikota (Perwal) Nomor 28 Tahun 2020 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyrakat (PKM) di Kota Semarang.

Gambar diambil dari website https://kuasakata.com/read/berita/12158-pemprov-jateng-keluarkan-e-book-program-jogo-tonggo