Artikel ini ditulis Vilda Ana Veria Setyawati, S.Gz, M.Gizi (Dosen Program Studi KESMAS, UDINUS)
Pandemik COVID-19 telah melanda dunia sejak pertama kali muncul di Kota Wuhan akhir 2019 lalu. Indonesia sendiri memiliki pasien positif yang terus bertambah setiap harinya dengan posisi terakhir 4.557 orang pada 13 April 2020. Tingkat kematian virus ini paling tinggi di negara kita yaitu mendekati 10% dibandingkan dengan negara lain. Beberapa tahun yang lalu, dunia juga pernah menghadapi pandemik seperti flu burung, flu babi, SARS, dan Mers yang tingkat kematiannya jauh lebih tinggi. Akan tetapi tingkat penyebaran Covid-19 jauh lebih cepat dibandingkan pandemik lainnya. Sehingga pemerintah harus melakukan berbagai upaya untuk memutus rantai penyebarannya. WHO secara resmi merilis upaya social distancing yang sekarang berkembang menjadi physical distancing.
Virus COVID-19 membuat seluruh negara melakukan hal serupa mengingat jumlah penderita terus bertambah setiap harinya. Selain itu, upaya lain yang bisa dilakukan adalah selalu menjaga kebersihan dan menjaga daya tahan tubuh/ imunitas. Mencukupi kebutuhan gizi harian, penting untuk menjaga imunitas tubuh. Konsumsi makanan sehat disampaikan melalui program gizi seimbang yang sudah diluncurkan sejak tahun 1955 dengan slogan “empat sehat lima sempurna” karena secara tidak langsung akan membangun system imunitas tubuh. Terakhir, upaya perbaikan gizi masyarakat diluncurkan dengan slogan “gizi seimbang bangsa sehat berprestasi”. Akan tetapi apakah masyarakat sudah melaksanakan praktek gizi seimbang dalam kehidupan sehari-hari meskipun pemerintah berulang kali merevisi peraturan konsumsi gizi seimbang ?
Apa kaitan antara covid-19 dengan gizi seimbang ?
Demi meningkatkan daya tahan tubuh di era ini, masyarakat seolah “latah” mengkonsumsi segala sesuatu yang diklaim mampu meningkatkan imunitas tubuh. Ditambah mulai bermunculan artikel-artikel yang disebarluaskan melalui media sosial tentang bahan pangan dengan kandungan vitamin tertentu yang diklaim dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Imbasnya bahan pangan tersebut juga mengalami kenaikan harga. Ditambah lagi dari sisi herbal, jahe, kencur, kunyit, temulawak atau dalam Bahasa jawa disebut empon-empon juga mengalami kenaikan karena artikel serupa. Akibatnya zat gizi dalam bentuk suplemen juga menjadi primadona di era sekarang ini.
Namun apakah itu efektif ? Jawabannya belum tentu.
Pada dasarnya ketika seseorang mencukupi kebutuhan gizi, manfaat yang diperoleh secara umum diantaranya terjaganya daya tahan tubuh, terpenuhinya kebutuhan energi untuk modal beraktivitas, serta pertumbuhan dan perkembangan bagi anak yang masih dalam pertumbuhan. Ditambah lagi, masing-masing zat gizi memiliki manfaat yang khas dan beragam untuk tubuh manusia.
System kekebalan tubuh manusia pada dasarnya terdiri dari sel, jaringan, dan organ yang bekerja sama untuk melindungi tubuh dari virus, jamur, bakteri ataupun benda asing lain. System tersebut akan bekerja dengan baik jika kebutuhan gizi dapat terpenuhi melalui makanan. Perlu diingat, kebutuhan gizi disesuaikan dengan usia, jenis kelamin, aktivitas, dan kondisi tertentu (misal: normal atau sakit, karena pada kondisi sakit tubuh perlu lebih banyak zat gizi). Jumlah kebutuhan gizi bisa dilihat dari Angka Kecukupan Gizi 2019 yang diputuskan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 tahun 2019 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Masyarakat Indonesia.
Apakah Anda tahu tentang AKG 2019 ?
Silahkan kaji lebih lanjut kebutuhan tubuh anda dari PERMENKES tersebut.
Pada AKG 2019, tidak ada ketentuan bagi seseorang untuk mengkonsumsi suplemen demi mencukupi kebutuhan. Mengapa ? karena dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari dengan ukuran yang pas sudah mampu memenuhi kebutuhan.
Lalu apa yang dimaksud suplemen ?
Suplemen adalah makanan tambahan yang terdiri dari zat gizi tertentu untuk melengkapi kekurangan zat gizi dari makanan sehari-hari. Singkatnya, suplemen hanya dikonsumsi bila diperlukan. Definisi “diperlukan” maksudnya apabila kebutuhan tubuh tidak dapat dipenuhi dari makanan sehari-hari. Kondisi seperti ini harusnya diketahui melalui proses konsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Sangat tidak disarankan melakukan “self diagnostic” sehingga mengkonsumsi suplemen setiap hari. Karena ada akibat yang tanggung saat tubuh mengkonsumsi zat gizi melebihi kebutuhan yang didapat dari suplemen. Gejala kelebihan suplemen diantaranya mual, muntah, diare tergantung dari jenis zat gizi apa yang dikonsumsi berlebih. Selain itu juga beberapa vitamin dan mineral yang dapat larut dalam air, dalam kondisi berlebih hanya akan dibuang melalui ginjal. Tentunya hal ini dapat memperberat kerja ginjal itu sendiri.
Kesimpulannya, apakah di era COVID-19 ini botol-botol suplemen harus ada di kotak obat ?
Atau justru memenuhi kulkas dengan bahan pangan yang beragam dengan zat gizi yang beraneka juga di dalamnya ?
Putuskan, mau hidup sehat dengan cara alami atau kimia sintetis.
Salam sehat
Gambar diambil dari : https://hellosehat.com/hidup-sehat/nutrisi/suplemen-serat-sehat-tidak/