Artikel ini ditulis oleh Haikal, SKM, MKM (Dosen Kesehatan Masyarakat, Universitas Dian Nuswantoro)

Korona merebak dibeberapa negara dunia. Hingga 17 Maret 2020, tercatat 182.080 kasus dengan jumlah meninggal sebanyak 7.152. Indonesia menjadi salah satu negara yang terdampak Virus Korona. Upaya Pemerintah dalam mengatasi korona menjadi bahan berita yang memenuhi lini masa netizen.

Upaya pemerintah dalam memberikan informasi terkait pasien positif korona menjadi topik hangat di lini massa. Disisi yang lain, Respon pemerintah yang terkesan tidak serius dalam menangani virus ini juga menjadi catatan. Usman Hamid (Direktur Amnesty International) mengatakan : “Adanya ketidakselarasan informasi antara pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Kesehatan dan Pemerintah Daerah menunjukkan ada indikasi pemerintah pusat tidak transparan dalam memenuhi hak publik untuk mengetahui penyebaran virus corona di Indonesia. Kekacauan alur informasi ini membuat kebingungan di publik. Jika ini terus terjadi pemerintah berpotensi melanggar hak masyarakat atas informasi. Dalam skala yang lebih luas bisa melanggar hak publik atas kesehatan. Bila merujuk kepada Undang-Undang Kesehatan, pemerintah harus mengumumkan persebaran penyakit menular secara berkala, termasuk daerah yang berpotensi menjadi sumber penularan. Hal ini penting demi terjaganya hak kesehatan masyarakat secara keseluruhan di semua wilayah dan masyarakat bisa melakukan mitigasi dini agar terhindar dari virus tersebut.”

Pemerintah sepertinya dilema, jika tidak ingin disebut menyembunyikan.  Privasi terkait informasi pasien menjadi subjek dari kebingungan pemerintah. Rekam Medis Pasien memang harus dilindungi dan dijaga kerahasiaannya. Namun berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 , rekam medis pasien dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan Data Statistik Kesehatan, serta upaya Penelitian dan Pendidikan. Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dapat menjelaskan isi rekam medis secara tertulis atau langsung kepada pemohon tanpa izin pasien berdasarkan peraturan perundangan.

Penulis berargumentasi bahwa Informasi terkait where dan when pasien positif korona diperbolehkan untuk diumumkan.  Sedangkan terkait who merupakan hal yang dilarang untuk dibagikan.

Revolusi Industri 4.0 belum selesai digaungkan, namun seperti tunduk atas kuasa penuh korona di Indonesia. Upaya pemanfaatan teknologi belum sepenuhnya terlihat telah dijalankan. Padahal, korona adalah pandemik pertama di era smartphone.

Data dan Informasi pada era 4.0 memiliki peranan penting dalam mengatasi berbagai macam permasalahan. Termasuk simpang-siurnya Informasi terkait upaya pencegahan dan penularan oleh Pemerintah.

Facebook sudah bekerjasama dengan para peneliti di Harvard University’s School of Public Health dan National Tsing Hua University, di Taiwan. Bentuk kerjasama berupa pertukaran data anonim tentang pergerakan orang dan peta kepadatan populasi resolusi tinggi, yang membantu dalam memperkirakan penyebaran virus.

Kerjasama dengan beberapa layanan seperti google, facebook, whatsapp, dll dapat dimanfaatkan. Dengan ketersediaan basis data serta terintegrasi dengan layanan seperti google, kemampuan untuk mendeteksi kemana dan dimana kita sedang berada dapat dilakukan. Pendeteksian masalah menjadi lebih mudah. Manusia menjadi tahu bahwa disekitarnya ada yang positif korona, lalu berbondong-bondong untuk memeriksakan kesehatannya di fasilitas kesehatan setempat. Bukankah sangat mungkin untuk mengetahui tingkat resiko dengan cara mendeteksi dengan siapa setiap hari kita melakukan kontak fisik.

Kemungkinan untuk mengetahui dengan siapa kita melakukan kontak fisik cukuplah besar, ketika perangkat smartphone telah diaktifkan layanan lokasi. Sebagai contoh, saya menggunakan smartphone dan mengaktifkan layanan lokasi, kemudian ada pasien positif korona yang juga menggunakan smartphone dan mengaktifkan layanan lokasi. Kami berada di tempat yang sama, dan lokasi kami berada sangat berdekatan. Bukankah melalui sistem cerdas tersebut, saya dapat dikatakan memiliki resiko tinggi untuk tertular. Walaupun memiliki resiko yang lain, seperti privasi kita yang terancam. Jika sudah terlanjur murah harga dari sebuah privasi, bukankah lebih baik dikorbankan untuk tujuan yang lebih mulia.

Langkah lain ialah bekerjasama dengan Facebook untuk memberantas informasi hoax terkait virus corona yang beredar. Informasi Hoax ini memperparah simpang-siurnya informasi terkait dengan virus ini. Fokus terhadap informasi yang valid dan menyingkirkan informasi hoax dapat dilakukan oleh facebook dan google (sebagai mesin pencari paling populer didunia).

Sementara itu, melakukan social distancing juga merupakan langkah efektif untuk mencegah penularan. Melakukan social distancing pada bangsa yang menjadikan nongkrong sebagai sebuah kebutuhan adalah sebuah tantangan. Memastikan bahwa tempat-tempat umum dan tempat-tempat wisata untuk tutup adalah konsekuensi dari kebijakan social distancing.

Manusia tidak akan keluar dari rumah, jika tidak ada tujuannya.

Selamat berperang melawan Virus Corona,

Panjang umur, Tenaga Kesehatan.

Daftar Pustaka

  1. https://www.trackcorona.live/
  2. https://www.dw.com/id/pasien-postif-corona-di-indonesia-jadi-69-orang-berbagai-organisasi-gugat-kebijakan-covid-19-pemerintah/a-52756893
  3. https://www.bbc.com/news/technology-51851292. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis.
  4. Gambar depan diambil dari https://mc.ai/artificial-intelligence-versus-corona/