Artikel ini ditulis oleh Muhammad Iqbal, SKM, MKM (Dosen Prodi Kesehatan Masyarakat, Universitas Dian Nuswantoro)
Kebijakan publik sejatinya merupakan alat atau upaya para pemegang kekuasaan untuk merespon atau menyelesaikan permasalahan publik yang ada, walaupun demikian kebijakan publik harus dapat seefisien mungkin saat diimplementasikan ke masyarakat. Tahapan formulasi kebijakan merupakan tahapan kunci sekaligus tahapan terpanjang dalam proses pembuatan kebijakan, karena pada tahapan ini para pemangku kebijakan juga harus menyiapkan SOP, aturan, dan standar yang nanti akan berlaku jika kebijakan publik tersebut dilaksanakan. Negara Indonesia bukan negara satu-satunya yang terkena imbas atau dampak dari pandemi Covid-19 bahkan per tanggal 29 Juni 2020 jumlah kasusnya terus meningkat hingga menyentuh angka 55.092 kasus. Pemerintah Indonesia sejatinya telah berupaya keras dalam mengatasi pandemi Covid-19, mulai dari pembentukan tim gugus tugas Covid-19 hingga penerapan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang sudah dilakukan di wilayah-wilayah yang menjadi episentrum pandemi ini.
Kerugian yang didapatkan oleh suatu negara akibat pandemi ini tidak hanya dari sisi kesehatan tetapi juga ekonomi, kebijakan PSBB membuat beberapa kelompok masyarakat tidak dapat menjalankan roda ekonomi keluarganya karena tidak dapat bekerja seperti biasanya dalam tempo waktu tertentu. Penanggulangan Covid-19 di Indonesia memulai babak baru, mempertimbangkan berbagai aspek maka pemerintah berupaya “menormalkan” kembali kehidupan warga negaranya dengan mulai membuka kembali pusat perbelanjaan, perkantoran hingga akses sarana transportasi yang mulai dibuka kembali. Kembali lagi kepada konsep kebijakan publik adalah alat atau upaya pemerintah dalam merespon permasalahan publik, kebijakan new normal muncul sebagai salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi atau menstabilkan kembali negara akibat dampak ekonomi dan sosial dari pandemi Covid-19. Terlepas dari segala kontroversi terkait penerapan kebijkaan new normal, perlu digaris bawahi jika kebijakan new normal idealnya harus berkorelasi trend kasus yang terus menurun secara konsisten, sedangkan kondisi tersebut belum dapat tercapai di Indonesia, lalu apakah ini momentum yang tepat untuk mengimplementasikan kebijakan new normal?.
Kebijakan new normal sejatinya juga sudah didampingi dengan protokol kesehatan, agar masyarakat tetap aman saat melakukan kegiatan di era new normal akan tetapi siapakah yang menjamin bahwa seluruh masyarakat akan patuh? Siapa yang menjamin protokol kesehatan dilakukan secara benar?. Berikut adalah beberapa rekomendasi agar kebijakan new normal dapat berjalan lebih efektif:
- Meningkatkan Koordinasi Pemerintah Daerah dan Pusat
Kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah sebenarnya sudah nampak pada saat awal pandemi Covid-19 masuk ke indonesia. Kebijakan yang berjalan kurang selaras, kebijakan yang saling kontradiktif dan tumpang tindih nampak terlihat jelas oleh masyarakat. Walaupun memang Covid-19 adalah jenis virus baru dan pemerintah masih sembari belajar dalam menghadapi virus ini, namun koordinasi yang baik tetap harus menjadi prioritas yang utama mengingat negara kita adalah negara kepulauan yang besar dan menganut model otonomi daerah dalam pemerintahannya.
- Meningkatkan Pemahaman Masyarakat akan Kebijakan New Normal
Sebaik apapun kebijakan publik diformulasikan dan disusun, akan percuma rasanya jika sasaran dari kebijakan publik (masyarakat) tidak memahami betul esensi dari kebijakan yang sudah di buat. Dibukanya kembali sarana publik dapat membuat masyarakat terlena akan “kebebasan” yang sudah mulai mereka rasakan kembali. Pemahaman masyarakat akan new normal harus di jamin secara utuh, karena kesalahan pemahaman akan kebijakan publik akan menghampat proses implementasi kebijakan itu sendiri. Upaya-upaya promotif dan preventif juga diharapkan terus di gencarakan agar masyarakat semakin terfasilitasi akan informasi-informasi terkait pelaksanaan protokol kesehatan di era new normal.
- Upaya Kesehatan Mental pada Masyarakat
Berbicara terkait dampak kesehatan pada masa pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak pada fisik saja, depresi dan stress akan berbagai tekanan (ekonomi dan sosial) yang muncul selama masa pandemi juga dapat menimbulkan permasalahan kesehatan mental dan jiwa seseorang. UU 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juga semakin menguatkan argumentasi jika kesehatan jiwa, sosial, spiritual dan mental merupakan esensi dari definisi sehat itu sendiri. Pemerintah diharapkan mulai melakukan inisiasi kegiatan-kegiatan yang dapat menjaga atau meningkatkan kesehatan jiwa, sosial, spiritual dan mental masyarakat dan tidak hanya berfokus kepada kesehatan dalam bentuk “fisik” saja.
- Menjaga Kevalidan dan Keakuratan Data
Data merupakan salah satu elemen penting yang digunakan oleh pemangku kebijakan dalam memformulasikan kebijakan, data menjadi acuan atau bahan pertimbangan saat kebijakan sedang disusun. Data yang valid dan akurat akan membatu para pemangku kebijakan dalam merumuskan kebijakannya, hal ini akan berdampak pada efisiensi penggunaan anggaran, pelaksanaan program serta alokasi sumber daya kesehatan yang lain.
Sebagai warga negara sudah sepatutnya kita mendukung upaya-upaya pemerintah dalam mengatasi permasalahan publik, namun jangan sampai kita sebagai masyarakat kehilangan nilai kritis, apatis dan berfikir tidak rasional dalam memandang suatu permasalahan. Permasalahan publik yang ada dalam suatu negara hanya dapat diatasi dengan kerjasama lintas sektor, pemerintah selaku pemegang kebijakan membuat konsep, aturan, tatalaksana kegiatan serta mengawasi, masyarakat sebagai sasaran dari kebijakan harus mampu kritis, peduli dan memahami jika tiap individu memiliki perannya masing-masing dalam menyelesaikan permasalahan publik.
Sumber :
- UU 36 Tahun 2009 tentang kesehatan
- https://covid19.go.id/
- Purwanto, Erwan Agus (2012) Implementasi Kebijakan Publik konsep dan Aplikasinya Di Indonesia. 2012, Gava Media Press Yogyakarta. ISBN 978-602-8545-87-7