Artikel ini ditulis oleh Aprianti, SKM, M.Kes (Dosen Prodi Kesehatan Masyrakat UDINUS)

Salah satu intervensi untuk menurunkan kematian ibu dan bayi status kesehatan perempuan sebagai calon ibu harus ditingkatkan. Peningkatan status kesehatan perempuan bukan hanya diperlukan setelah terjadi kehamilan, tetapi juga harus ditarik lebih ke hulu lagi yaitu sejak masa remaja, dewasa muda/calon pengantin (catin), dan wanita usia subur. Salah satu intervensi yang telah dilakukan yaitu melalui pelayanan kesehatan reproduksi bagi catin yang akan melangsungkan pernikahan. Catin merupakan salah satu tahapan siklus hidup yang strategis sebagai sasaran program kesehatan, seperti upaya perbaikan gizi, penyiapan kesehatan keluarga, serta pencegahan dan pengendalian penyakit menular dan tidak menular. Hal ini diperlukan guna menyiapkan pasangan catin menjadi pasangan dengan kehidupan reproduksi yang sehat sehingga diharapkan catin akan siap menjalani masa kehamilan, persalinan, nifas dan menyusui secara sehat serta melahirkan generasi penerus yang berkualitas.

Pelayanan minimum yang diberikan kepada calon pengantin sebelum melangsungkan pernikahan guna mengetahui status kesehatan dan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, yaitu :

  1. Anamnesis yang dilakukan pada catin, yaitu :
  2. Anamnesis Umum yang bertujuan memperoleh informasi mengenai keluhan terkait penyakit ataupun permasalahan yang dihadapi oleh klien.
  3. Deteksi Dini Masalah Kejiwaan dengan menggunakan kuesioner yang dikembangkan oleh WHO yaitu Self Reporting Questionnaire.
  4. Pemeriksaan Fisik bertujuan untuk mengetahui serta mengidentifikasi status kesehatan catin. Pemeriksaan fisik terbagi yaitu :
  5. Pemeriksaan tanda vital bertujuan untuk mengetahui suhu tubuh, tekanan darah, kelainan denyut nadi, serta kelainan yang terdapat pada paru dan jantung. Pemeriksaan ini dilakukan melalui pengukuran suhu tubuh ketiak, tekanan darah, denyut nadi per menit, frekuensi nafas per menit, serta auskultasi jantung dan paru.
  6. Pemeriksaan fisik lengkap atau sesuai indikasi medis dilakukan untuk mengetahui status kesehatan pada catin. Pemeriksaan ini untuk mendeteksi adanya gangguan kesehatan pada catin seperti gangguan jantung/paru, tanda anemia, hepatitis, IMS dan hal lainnya
  7. Pemeriksaan status gizi bertujuan mengetahui lebih awal mengenai gizi kurang, gizi lebih, serta kekurangan zat gizi mikro. Pemeriksaan dilakukan melalui pemeriksaan kadar Hb. Pengukuran IMT perlu diketahui catin untuk menilai status gizi dalam kaitannya dengan persiapan kehamilan dan LILA untuk mengetahui adanya risiko KEK atau kekurangan energi kronis yang berhubungan dengan kejadian BBLR.
  8. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan oleh catin yaitu pemeriksaan yang berkaitan dengan laboratorium seperti pemeriksan Hb dan golongan darah serta rhesus. Pemeriksaan lain yang diperlukan sesuai indikasi seperti pemeriksaan urine, gula darah, HIV, IMS, hepatitis, malaria bagi daerah endemis, talasemia, TORCH bagi catin perempuan, IVA atau pap smear bagi catin perempuan yang sudah pernah menikah sebelumnya.
  9. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi Kesehatan Reproduksi yang bertujuan melaksanakan fungsi serta melakukan kegiatan reproduksi yang sehat dan aman. Materi KIE yang diberikan kepada catin antara lain :
  10. Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi yang berisikan mengenai kesetaraan gender dalam pernikahan, hak yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi dan seksual yang dimiliki oleh seseorang, serta perawatan dalam memelihara kesehatan organ reproduksi.
  11. Kehamilan serta perencanaan yang baik mengenai kehamilan.
  12. Keadaan serta penyakit yang perlu diwaspadai dan bisa mengenai catin.
  13. Kesehatan jiwa.
  14. Pengetahuan mengenai fertilitas atau masa subur.
  15. Kekerasan yang bisa terjadi dalam rumah tangga.
  16. Pemeriksaan yang didapat catin mengenai kesehatan reproduksi. Catin yang memiliki riwayat HIV/AIDS dan catin dengan perawatan khusus seperti thalassemia, nemofilia, disabilitas intelektual/mental perlu dilaksanakan konseling kesehatan reproduksi yang lebih intensif khususnya terkait perencanaan kehamilan.
  17. Skrinning dan imunisasi tetanus yang diberikan kepada catin bertujuan untuk mencegah serta melindungi diri agar terbebas dari penyakit tetanus sehingga memiliki kekebalan seumur hidup untuk melindungi ibu dan bayi dari penyakit tetanus. Perempuan yang tergolong usia subur antara usia 15-49 tahun diharapkan mencapai status T5 pada imunisasi tetanus. Bila status imunisasi belum lengkap, maka perempuan sebagai catin harus melengkapi status imunisasi di puskesmas atau fasilitas pelyanan kesehatan lainnya. Status imunisasi diketahui melalui skrinning status T bagi catin dan riwayat imunisasi yang didapat sejak balita, anak, dan masa remaja.

Berdasarkan data SDKI, selama periode tahun 1991 – 2007 angka kematian ibu mengalami penurunan dari 390 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup. Namun pada SDKI 2012 kematian ibu kembali naik menjadi 359 per 100.00 kelahiran hidup. Berdasarkan hasil supas tahun 2015 menunjukan angka kematian ibu mengalami penurunan menjadi 305 per 100.000 kelahiran hidup, namun angka ini masih dikatan tinggi untuk mencapai target SDGS yaitu 70 AKI per 100.000 kelahiran hidup pada tahn 2030. Hal lain yang juga menjadi fakta adalah masih rendahnya status kesehatan perempuan dan anak. Riskesdas (2018) menyatakan bahwa Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada perempuan usia 15-19 tahun sebesar 36,3% dan pada ibu hamil sebesar 17.3%. Selain itu, anemia pada remaja putri 13-18 tahun, ibu hamil, dan wanita usia subur 15-49 juga masih menjadi masalah kesehatan masyarakat.

Masih tingginya AKI di Indonesia tentu menimbulkan pertanyaan apakah program kesehatan reproduksi bagi calon pengantin tidak mampu untuk menurunkan AKI, atau program tersebut yang belum berjalan secara optimal di Indonesia ?

Berdasarkan pengalaman yang dialami oleh penulis, mengikuti program catin di salah satu puskesmas di Jawa Tengah, program catin yang diberikan oleh puskesmas, hanya tiga program, yaitu pemeriksaan status gizi dengan melakukan penimbangan berat badan, tanpa pemeriksaan LILA ataupun kebutuhan gizi makro maupun mikronutrient, pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan HIV, tanpa memberikan konseling terlebih dahulu ataupun penandatanganan informed concent, pemeriksaan kadar HB, dan Skrining dan imunisasi tetanus toxoid (TT) tanpa dilakukan skrining terlebih dahulu, Berdasarkan pengalaman peneliti dapat disimpulkan jika program catin yang dilakukan hanya sebatas pemberian imunisasi dan pemeriksaan penunjang tanpa adanya anamnesis secara lengkap, pemeriksaan fisik, dan yang terpenting komunikasi informasi dan edukasi tidak diberikan oleh pelayanan kesehatan. Hal ini seharusnya bisa menjadikan perhatian oleh pemangku kebijakan agar dapat melakukan evaluasi terhadap pelaksaan program catin. Sehingga tujuan dari program catin yaitu menurunkan AKI dan mencapai target SDGS yaitu 70 per 100.000 angka kelahiran hidup.

Referensi :

BPS. Profil Penduduk Indonesia Hasil Supas 2015. Jakarta: Badan Pusat Statistik; 2016

SDKI. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2017. Jakarta: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2018.

Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2017

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, Dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual (2014).

Infodatin. Situasi Kesehatan Ibu.Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.Jakarta.2014

Gambar diambil dari

https://mojok.co/auk/esai/sesi-konsultasi-psikologi-di-tes-kesehatan-sebelum-menikah-yang-kayak-tempelan-aja/