Artikel ini ditulis oleh Fitria Dewi Puspita Anggraini, S.KM., M.Sc dan Aprianti, S.KM., M.Kes (Dosen Prodi S1 Kesehatan Masyarakat, Universitas Dian Nuswantoro)
Kota/Kabupaten Sehat merupakan salah satu bentuk nyata upaya pemerintah dalam pembangunan kesehatan. Di Indonesia, program Kabupaten/Kota Sehat ini pertama kali diselenggarakan pada tahun 2005. Kemudian pemerintah menetapkan dasar pelaksanaan Kabupaten/Kota Sehat ini dalam Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan No. 34 Tahun 2005 dan No.1138/Menkes/PB/VIII/2005 tentang pedoman penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat di Indonesia. Dalam penilaian Kota Sehat ini ditetapkan 9 kawasan yaitu Kawasan Permukiman, Sarana dan Prasarana Sehat, Kawasan Sarana Lalu Lintas Tertib dan Pelayanan Masyarakat, Kawasan Pertambangan Sehat, Kawasan Hutan Sehat Kawasan Industri dan Perkantoran Sehat, Kawasan Pariwisata Sehat, Kawasan Pangan dan Gizi, Kawasan Masyarakat Sehat yang Mandiri, Kehidupan Sosial yang Sehat.
Kampung Bustaman adalah sebuah nama kampung yang berada di Kelurahan Purwodinatan. Kampung Bustaman terkenal dengan Gulai Kambing dan telah menjadi warisan tak benda Pusaka Dunia UNESCO. Kampung Bustaman memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi kawasan pariwisata sehat untuk mendukung Kota Semarang manjadi Kota Sehat. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio menyatakan tren pariwisata global ke depan mengalami perubahan pada era tatanan normal baru. Pariwisata lebih mengutamakan faktor CHS, yaitu clean (kebersihan), health (kesehatan) dan safety (keamanan). Juga termasuk quality tourism atau pariwisata yang berkualitas.
Pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui pendekatan Problem Solving Cycle. Kegiatan kemitraan masyarakat dilakukan pada hari Minggu, 22 Agustus 2021 di ruang pertemuan warga dihadiri oleh 20 orang yang terdiri dari kader dan tokoh masyarakat di wilayah RT 4 Kampung Bustaman. Masyarakat menyambut baik kegiatan pengabdian yang didanai oleh LPPM UDINUS dibuktikan dengan antusiasme mereka saat materi disampaikan secara bergiliran oleh kedua pemateri. Materi terkait penyakit bersumber lingkungan disampaikan oleh Fitria, selanjutnya musyawarah masyarakat desa yang difasilitatori oleh Aprianti. Berdasarkan hasil diskus dengan masyarakat diketahui jika prioritas masalah di Kampung Bustaman adalah tikus sebagai reservoir penyakit leptospirosis. Penyebab leptospirosis adalah bakteri Leptospira sp. yang berbentuk spiral dan mempunyai 170 serotipe. Sebagian nama serotipe diambil dari nama penderita, misalnya L. pomona, L. harjo, L. earick. Leptospira dikeluarkan melalui air seni reservoir utama, seperti sapi, anjing, dan tikus yang kemudian mencemari lingkungan terutama air. Manusia tertular leptospira melalui kontak langsung dengan hewan atau lingkungan yang tercemar. Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang lecet, luka atau selaput mukosa. Pada hewan, Leptospira menyebabkan ikteus (kekuningan) ringan sampai berat dan anemia, hepar membesar dan mudah rusak, serta ginjal membengkak. Pada manusia terjadi hepatomegali dengan degenerasi hepar serta nefritis anemia, ikteus hemolitik, meningitis, dan pneumonia.
Untuk memudahkan pemahaman masyarakat dilakukan paparan melalui teknik pendektakan body mapping mengenai leptospirosis. Selanjutnya Sesi semakin aktif ketika Aprianti mendemonstrasikan cara penggunaan perangkap tikus. Melalui kegiatan ini, diberikan 20 perangkap tikus untuk wilayah RT 4 Kampung Bustaman sebagai inventaris kampung yang dapat digunakan warga untuk melakukan grebek tikus. Kegiatan grebek tikus sebagai upaya tindak lanjut dari kegiatan pengabdian ini pun telah dilakukan warga pada tanggal 28 Agustus 2021. Semoga ke depannya masyarakat berkomitmen tinggi untuk mampu melakukan kegiatan grebek tikus secara kontinyu agar Kampung Bustaman dapat mulai berbenah menjadi kampung wisata yang bersih dan sehat.