Artikel ini ditulis oleh Agus Perry Kusuma, S.Kg, M.Kes (Dosen Prodi S1 Kesehatan Masyarakat, UDINUS)

Belum lama ini, kita dikejutkan dengan pernyataan Anggota Komisi IX DPR RI, dr Ribka Tjiptaning Proletariyati saat dengar pendapat dengan Kementerian Kesehatan yang menyatakan vaksin covid 19 yang diproduksi sinovac sebagai “barang rongsokan”. Terdapat hal yang menarik disini, dengan berlatar belakang  sebagai seorang dokter, tentu mempunyai dasar argumentasi yang jelas, hanya sayangnya sebelum melakukan klarifikasi tentang pernyataannya tersebut, beliau dipindah ke Komisi VII yang membidangi energi, riset, permasalahan lainnya. Partai Politik (Parpol) dimana Ribka bernaung adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (P-DIP)   merupakan partai  pendukung dari pemerintahan Joko Widodo, yang seharusnya mengawal setiap kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah/rezim yang berkuasa, hal lainnya adalah jika terdapat pemaksaan dalam pelaksanaan vaksinasi covid 19 maka dianggap sebagai pelanggaran dari  Hak Asasi Manusia (HAM)

Apabila dilihat dari sisi Hak Asasi Manusia titik tinjaunya adalah belum terjaminnya keamanan dari sebagian besar produk Vaksin untuk Covid. Hal ini karena Vaksin Covid 19 masih menunggu uji klinis tahap 3, sedangkan uji klinis tahap 3 berguna untuk menguji tingkat efikasi/kemanjuran serta keamanan dari obat. Hal inilah yang sering dipermasalahkan oleh sebagian masyarakat kita, dimana masyarakat beranggapan jika divaksin untuk saat ini, sama saja masyarakat dijadikan sebagai “kelinci percobaan” dari perusahaan farmasi penghasil covid 19 tersebut. Hal lainnya kian membuat masyarakat ragu akan  efikasi maupun keamanan dari vaksin adalah  pernyataan dari perusahaan farmasi Pfizer-BiONtech, bahwa mereka tidak bertanggungjawab untuk memberikan ganti rugi jika terjadi  efek samping dari vaksin yang diproduksinya tersebut baik jangka pendek maupun jangka panjang. Mereka berasumsi bahwa keberadaan vaksin covid 19 dihasilkan saat ini diproduksi dalam waktu yang sangat cepat sehingga terkadang belum mengkaji secara menyeluruh untuk efek samping dari vaksin tersebut,

Sedangkan dari sisi tinjauan sebagai suatu kewajiban untuk rakyat Indonesia, adalah dalam aturan yang tertuang dalam UU Kesehatan No 36 Tahun 2009 Pasal 9, yaitu :

“Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaannya meliputi upaya kesehatan perseorangan, upaya kesehatan masyarakat, dan pembangunan berwawasan kesehatan”

 

Hal ini juga diperkuat dengan UU Kekarantinaan Kesehatan No 6 Tahun 2018  pada Pasal 9 Ayat 1 dan Ayat 2

  1. Setiap Orang wajib mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.
  2. Setiap Orang berkewajiban ikut serta dalam penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.

Dari kedua aturan Undang – Undang sebagai dasar pijakan hukum bagi  Pemerintah Daerah untuk  mengeluarkan  suatu aturan berupa Peraturan Daerah (Perda) bagi warganya, sebagai contoh adalah Perda DKI Jaya No 2 Tahun 2020 tentang sanksi bagi warganya yang menolak salah satunya untuk kegiatan vaksinasi Covid 19, akan didenda sebesar lima juta rupiah.

Pemerintah Indonesia untuk mengantisipasi jika terjadi efek samping dari vaksinasi covid 19 tersebut misalnya pada tingkat Nasional mengoptimalkan kinerja dari Komite Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI), sedangkan untuk wilayah di Provinsi berupa Komisi Daerah (Komda) KIPI serta untuk Kabupaten/Kota berupa Kelompok Kerja (Pokja) KIPI, dimana tugas mereka adalah untuk melakukan proses monitoring dalam pelaksanaan vaksinasi covid 19 ini. Pemerintah Pusat akan menanggung biaya pengobatan jika terjadi efek samping dari pelaksanaan vaksinasi covid 19 tersebut, sehingga tidaklah tepat jika pernyataan Dr Ribka Tjiptaning Proletariyati bahwa kegiatan vaksinasi covid 19 dapat mengakibatkan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) adalah kurang tepat, dimana lebih tepatnya kegiatan Vaksinasi Covid 19 ini adalah merupakan suatu kewajiban bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa terkecuali.

Sumber Pustaka : 

1.https://www.wartaekonomi.co.id/read323507/ngatain-vaksin-sinovac-rongsokan-eh-ribka-tjiptaning-langsung-diungsikan

2.https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5331199/bio-farma-sebut-pfizer-ogah-dituntut-bila-vaksin-corona-buatannya-bermasalah

3.Undang – Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

4.Undang – Undang No  6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan

5.Peraturan Daerah (Perda) DKI Jaya No 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid 19