Artikel ini ditulis oleh : Faik Agiwahyuanto, S.Kep., M.Kes, Dosen Program Studi DIII Rekam Medis dan Informasi Kesehatan, UDINUS dan diedit oleh Humas Fakultas Kesehatan UDINUS
Negara Indonesia merupakan Negara hukum, dimana segala ketentuan berlandaskan hukum, begitu pula untuk menerapkan masalah pembiayaan kesehatan di Indonesia. Sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia yang kita kenal saat ini dan selalu dalam perbincangan publik adalah Jaminan Kesehatan Nasional atau disingkat JKN. Adapun peraturan tentang JKN yang melandasi diterapkannya mekanisme tersebut yaitu Pembukaan UUD 1945 alinea 4, yang terdapat di dalam salah satu tujuan nasional yaitu “untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum..”. Peraturan tersebut dipertegas dengan ditetapkannya UUD 1945 Pasal 28 H ayat 3, yang menyatakan “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”. Kemudian, lebih dijelaskan pada UU Nomor 40 tahun 2004 tentang SJSN. Peraturan selanjutnya yang mengatur tentang hal tersebut yaitu UU No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial
JKN di Negara Indonesia mulai diwajibkan bagi seluruh rakyat Indonesia sejak tanggal 1 Januari 2014. JKN sendiri di dalam mencapai kewajiban untuk mengcover seluruh penduduk diberlakukannya secara bertahap, kemudian untuk memaksimalkan usaha pemerintah dalam keterjangkauan dan ketercakupan pelayanan JKN maka diadakannya UHC PBI PEMDA (Universal Health Coverage dengan dana PBI PEMDA). Hal ini dana diambil dari APBD Pemerintah Daerah Kota atau Kabupaten, dahulu bernama JAMKESDA (Jaminan Kesehatan Daerah).
Pemberlakuan JKN itu sendiri sering menemui kendala yang sampai sekarang belum tuntas dan terselesaikan dengan baik, baik dari segi kepesertaan maupun pengelolaan JKN. Maka dari itu dengan usia dari pemberlakuan JKN sudah mencapai tahun ke-4 ini sejak tahun 2014, seharusnya berbagai macam kendala sudah sedikit demi sedikit terselesaikan. Dan tujuan dari pemberlakuan JKN sudah bisa mencapai hal yang maksimal.
Apa sebenarnya JKN itu ?
Jaminan Kesehatan Nasional merupakan suatu sistem dari Jaminan Kesehatan yang diterapkan oleh Pemerintah Indonesia untuk pendanaan kesehatan yang merupakan bagian dari Sistem Kesehatan Nasional. Intinya JKN itu sendiri tidak bisa dilepaskan dari sistem kesehatan Nasional yang mempunyai cita-cita yaitu tercapainya derajat kesehatan penduduk Indonesia yang optimal dan bisa produktif dan kompetitif dari segala aspek seperti penduduk negara-negara tetangga.
Sebenarnya JKN, SJSN, BPJS, BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, UHC, PBI, PPU itu apa ?
Masih banyak terjadinya salah kaprah dalam pengistilahan JKN. JKN yaitu Jaminan Kesehatan Nasional yang dimana itu adalah sebuah sistem pembiayaan kesehatan yang bisa dipakai secara nasional untuk permasalahan kesehatan, dahulunya bernama ASKES (Asuransi Kesehatan).
SJSN yaitu Sistem Jaminan Sosial Nasional, secara harfiah SJSN tersebut merupakan sebuah sistem yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia untuk mengakomodir semua jenis Jaminan Sosial (Jaminan Kesehatan dan Jaminan Ketenagakerjaan).
BPJS merupakan singkatan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang didalamnya terdapat 2 jenis, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Adapun BPJS Kesehatan yaitu suatu badan yang diberikan mandat oleh Pemerintah untuk mengampu dan mengelola dana kesehatan yang terkumpul dari masyarakat. Dahulu Pemerintah mengelompokkan dana kesehatan di dalam beberapa badan pengelola, antara lain ASKES (Asuransi Kesehatan), JAMSOSTEK (Jaminan Sosial Tenaga Kerja), dan PT. TASPEN (Tabungan Simpanan Pensiun).
Sedangkan UHC juga terdapat kesalahpahaman dengan kata tersebut. Di Kota Semarang, UHC merupakan sebuah asuransi yang sebenarnya adalah JKN-KIS bentuk PBI yang dibiayai oleh PEMDA, hanya saja kata-kata UHC menjadi viral, karena masyarakat menganggap JKN adalah UHC. Padahal, UHC merupakan suatu sistem Universal Health Coverage (Cakupan Jaminan Semesta). PBI sendiri memiliki pengertian Penerima Bantuan Iur dan PPU adalah Pekerja Penerima Upah, sedangkan PBPU adalah Pekerja Bukan Penerima Upah. Mereka semua merupakan kategori dari peserta JKN.
JKN dalam ranah EQUITY dan EQUALITY
Berdasarkan diskusi dalam Hasil Evaluasi 8 Sasaran (Bidang Equality dan Equity) pada Roadmap JKN 2014-2018 bahwa masih adanya Warga Negara Indonesia belum mendapatkan akses dari jaminan kesehatan melalui BPJS Kesehatan dan jumlah sebaran fasilitas pelayanan kesehatan (termasuk tenaga medis dan alat medis) belum merata dan memadai untuk menjamin seluruh penduduk Indonesia.
Perkembangan peserta JKN di Indonesia :
Gambar 1, Peserta Program JKN
(Sumber : Website BPJS Kesehatan, diakses 5 Februari 2019)
Perkembangan Fasilitas Kesehatan era JKN :
Gambar 2, Fasilitas Kesehatan JKN
(Sumber : Website BPJS Kesehatan, diakses 5 Februari 2019)
Berdasarkan tabel tersebut masih adanya kekurangan di dalam pemenuhan kepesertaan JKN, bahwa target 257,5 juta jiwa, tetapi hingga 1 Februari 2019 baru mencapai 217,5 juta jiwa. Dan untuk sebaran fasilitas pelayanan kesehatan masih berkutat di area Pulau Jawa.
Permasalahan tersebut ditunjang dengan adanya fenomena di dalam 7 Provinsi, yaitu Jawa Timur, Sumatera Utara, Bengkulu, Jawa Tengah, NTT, DIY, dan Sulawesi Selatan; bahwa masih adanya dominasi yang banyak dari cakupan kepesertaan adalah dari PBI (APBN dan APBD), tetapi memang adanya tren kenaikan dengan semakin sadarnya para pengusaha untuk mengasuransikan pegawainya. Tren kenaikan itu terdapat pada kelompok PPU dan PBPU. Sedangkan untuk kelompok bayar pribadi (mandiri) sebetulnya sangat diuntungkan, karena premi yang sangat murah tetapi pelayanan yang diberikan adalah sama dengan PPU.
Gambar 3, Cakupan Kepesertaan Segmen
(Sumber : Website DJSN)
Permasalahan yang masih perlu untuk segera dibenahi yaitu masalah kepesertaan yang aktif, karena terdapat beberapa kelompok kepesertaan yang terdaftar dan yang aktif itu berbeda, seharusnya kepesertaan yang terdaftar juga harus tetap mengaktifkan kepesertaannya dengan cara tetap membayar premi JKN-nya. Adapaun perkembangan kepesertaan berdasarkan data dari Kementerian Keuangan yang disampaikan dalam presentasi JKN-CSIS, 2018 yaitu :
Gambar 4, Perkembangan kepesertaan JKN Aktif
(Sumber : Paparan Dialog Monev JKN di UGM, 2019)
Permasalahan lainnya apabila ditinjau dari kesiapan SDM untuk pemenuhan pelayanan kesehatan, khususnya penyakit jantung. Penyakit Jantung merupakan penyakit yang menjadi terbanyak di kasus kesehatan Indonesia. Adapun yang terjadi sebagai contoh yaitu Provinsi dengan Pelayanan Publik yang baik seperti DIY, Jawa Tengah, dan Jawa Timur memiliki sumber daya yang memadai untuk menyediakan paket manfaat yang komprehensif, termasuk layanan kesehatan jantung. Sebaliknya provinsi dengan keterbatasan sumber daya seperti NTT, memiliki indeks kesiapan layanan jantung yang jauh lebih rendah.
Gambar 5, Peta Jejaring Pelayanan Spesialis Kardiovaskuler
(Sumber : http://manajemenrumahsakit.net/jantung/peta-jejaring-kardiovaskuler; 2018 dan Diskusi Roadmap JKN UGM)
Kesimpulan
Pemberlakuan JKN di Indonesia memang belum sempurna, hal ini memang perlu sinergi dari berbagai macam stakeholder dan seluruh penduduk Indonesia. Memang terdapat peningkatan cakupan kepesertaan JKN, tetapi untuk kebijakan tentang pembelakuan peserta JKN belum mencapai pemerataan yang berkeadilan. Apabila diliat dari jumlah premi yang dibayarkan oleh peserta seharusnya ada perbedaan pelayanan, yang disesuaikan dengan premi yang dibayarkan, selain itu juga pemanfaatan paket manfaat dan sumber daya layanan kesehatan.
Sumber :
- PPT Dialog Pengantar Pertemuan : Hasil Evaluasi 8 Sasaran Peta Jalan JKN 2014-2018 dengan Pendekatan Realist Evaluation; oleh Laksono Trisnantoro (Ketua Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan) FK-UGM. Januari 2019.
- Buku Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional 2012-2019. Kementerian Kesehatan, DJSN, dan BPJS Kesehatan. 2014.
- PPT Dialog Hasil Temuan : Evaluasi Sasaran-Sasaran pada Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional 2014-2018 (Pemerataan Pelayanan Kesehatan). PKMK-FK-UGM. Januari 2019.